Endang Sentil Gubernur ASR: Rakyat Butuh Solusi Jalan Rusak, dan Bukti Janji yang Pernah Terucap

Dr. Muhammad Endang, S.A.

PIKIRANLOKAL.COM, KENDARI—Di langit Sulawesi Tenggara yang memikul harapan rakyat, Ketua DPD Partai Demokrat Sultra, Dr. Muh. Endang S.A., menggetarkan hening dengan pernyataan yang tegas namun sarat kepedulian.

Suaranya bukan sekadar kritik, tapi peringatan. Seperti embun pagi yang mengingatkan dedaunan untuk bangun dari tidur panjang. Ia menatap teduh ke arah Gubernur Andi Sumangerukka dan mengingatkan, jangan terperosok dalam bayang-bayang proyek besar yang belum mendesak, sementara luka rakyat justru terbiar dan tak diobati.

Jembatan Muna-Buton, sebuah nama yang terus dilafalkan dalam wacana megah pembangunan. Namun bagi Endang, jembatan itu bukan prioritas, melainkan distraksi.

“Ia hanya menghubungkan dua pulau, tak menjawab problem utama yang dihadapi Sultra hari ini,” ujarnya kepada Pikiran Lokal, Senin (14/7/2025).

Ia menyoroti proyek tersebut. Pasalnya, tidak tercantum dalam delapan janji visi-misi ASR-Hugua kala pilkada 2024 lalu.

Endang dengan narasi yang tajam dan berani, menyoroti jalan-jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Tentang jembatan yang tinggal rangka sunyi, tentang APBD yang sesak karena belanja rutin yang mencekik. Ia menyebut reformasi birokrasi yang berjalan lesu, layanan kesehatan dan pendidikan yang belum juga bangkit, hingga internet yang tak menjangkau desa-desa jauh di rimba Sultra. Tak luput pula disinggungnya harga nilam yang menurun, menyengsarakan petani kecil yang menggantungkan hidup pada hasil alam.

“Lebih dari seratus hari pemerintahan ASR-Hugua berjalan seperti kapal tanpa tujuan, hanya rutinitas birokrasi, seremonial, tanpa kreativitas,” ucap Endang lirih tapi pasti, ibarat doa yang menggugah langit.

Ia juga menyentil janji pendidikan gratis yang hingga musim ajaran baru ini, belum terasa gaungnya. Orang tua merintih karena harga seragam yang melonjak, diperjualbelikan di sekolah, tapi tak ada suara dari Gubernur untuk turun tangan. Janji tinggal janji.

Koordinasi antar pemerintah pun ia sorot tajam. ASR, menurutnya, belum menunjukkan kemampuan merangkul bupati dan wali kota. Tak ada rakor pembangunan, tak ada simpul koordinasi yang mengikat utuh cita-cita besar Sultra. Bandara Sugimanuru dan Matahora misalnya, masih berjalan sendiri. Kehilangan dorongan dari pusat kendali provinsi. Padahal bandara bukan sekadar pintu ekonomi, tapi gerbang mimpi masyarakat pulau-pulau kecil.

Endang, yang pernah menahkodai KNPI Sultra, juga mengajukan tanya besar: di mana peta jalan ASR dalam mengatasi banjir yang saban tahun melumpuhkan Kendari, ibu kota provinsi ini? Ia mengingatkan, Kendari bukan milik pemkot semata. Ia wajah depan Sultra, halaman pertama yang ditatap tamu, dan halaman itu saat ini tampak kusut dan basah oleh banjir tahunan.

Dari kedalaman bumi, ia menyelami pula masalah tata kelola sumber daya alam.

“Di mana langkah ASR untuk menyelamatkan lingkungan dari derita konsesi tambang? Di mana cetak biru hilirisasi SDA yang menjamin keadilan dan keberlanjutan?” tanya Endang.

Hilirisasi berjalan auto-pilot, sementara Pemprov tampak gagap. Bahkan keluhan soal rendahnya Dana Bagi Hasil (DBH) hanya berhenti di meja rapat, tanpa langkah nyata menyusul di belakangnya.

Akhirnya, Endang menutup dengan sebuah harapan sekaligus pengingat:

“Poin saya sederhana, ASR harus kembali fokus pada kerja-kerja substansial. Hindari pencitraan yang tak membawa faedah. Rakyat menunggu, bukan pujian, tetapi pemenuhan janji. Janji yang telah diperjanjikan dalam sunyi suara bilik suara,” pungkas Endang.

Dan langit Sulawesi Tenggara pun mendung mendengarkan. Sebab kritik seperti ini, meski tajam, adalah bukti cinta. Sebab bagi negeri, kata-kata yang jujur lebih berharga daripada tepuk tangan palsu. (ali).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
error: Content is protected !!