PIKIRANLOKAL.COM, KENDARI—Di antara gugusan pulau yang disematkan Tuhan pada khatulistiwa, ada satu nama yang belakangan ini mulai kian terucap dalam napas pariwisata—Sulawesi Tenggara. Di sana, langkah seorang wakil rakyat bernama Jaelani, Anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), menjejakkan kaki dengan satu tekad. Menghidupkan denyut wisata, sebagai jalan kesejahteraan rakyat.
Politisi asal Kabupaten Muna itu, bukan hanya hadir di ruang sidang atau gedung legislatif. Ia turun langsung ke desa-desa, menyusuri lorong-lorong sejarah yang berdebu, dan bertukar cerita dengan warga yang telah lama menunggu kehadiran negara dalam bentuk paling nyata: perhatian.
Tak hanya sekadar singgah dan berfoto, Jaelani mendengarkan dengan mata dan hati. Ia mencatat warisan budaya, menelisik potensi ekonomi dari tempat-tempat yang selama ini tersembunyi dalam sunyi. Dari pantai-pantai yang masih perawan, gua-gua purba yang mengukir kisah masa lalu, hingga tradisi yang hampir lapuk oleh zaman.
Perjalanan ini tak luput dari dokumentasi. Media sosial menjadi saksi bagaimana Jaelani menyiarkan pengalamannya kepada dunia: di akun YouTube, TikTok, Instagram, X, hingga Facebook. Tiap unggahan bukan sekadar konten. Melainkan catatan peradaban yang dibacakan ulang, agar tak hilang ditelan waktu.
Dalam satu perjalanan, Jaelani bertemu dengan Muhammad Mukarabin Ari, konsultan muda dan pendiri DesaWisata.id, sebuah platform yang lahir dari kegelisahan terhadap nasib desa-desa wisata yang gagal berkembang karena tiadanya perencanaan matang. Dari perancang kota menjadi penjaga identitas desa, Mukarabin menyuguhkan narasi baru bahwa wisata bukan hanya soal keindahan, tapi juga soal arah.
“Dari riset kami, ada lebih dari 2.000 desa wisata di Indonesia yang memiliki potensi. Namun banyak yang gugur karena tidak ada perencanaan. Desa yang indah, tapi tak punya arah,” ujar Mukarabin.
Di Sulawesi Tenggara, ia menyebut Desa Liangkabori sebagai permata yang menunggu dipoles. Di desa itu, terdapat tradisi Tuhuna, yakni membakar jagung di musim panen—sebuah ritual yang mencerminkan rasa syukur dan kebersamaan, mirip dengan bakar batu di Papua. Bukan hanya budaya yang dijaga, tapi juga peluang ekonomi yang bisa tumbuh dari tradisi.
Pertemuan Jaelani dan Mukarabin adalah perjumpaan dua zaman. Satu dengan mandat politik, satu lagi dengan visi perencanaan. Bersama, mereka menyulam harapan lewat gagasan dan langkah konkret.
Kini, DesaWisata.id tengah menjalankan program bertajuk “Ekspedisi Kalung Tanah Jawa”. Terinspirasi dari ramalan Jayabaya tentang “kalung besi” yang akan menyatukan desa-desa lewat rel kereta api. Mukarabin dan timnya menjelajahi nusantara, menghubungkan satu desa dengan desa lain melalui data, desain, dan dedikasi.
Jaelani menyambut gagasan ini dengan semangat. Baginya, Indonesia yang besar bisa tumbuh bukan hanya dari megaproyek kota metropolitan, tapi juga dari geliat desa-desa kecil yang tahu siapa dirinya dan apa yang ingin dicapai.
“Pariwisata bukan sekadar jual keindahan. Ia adalah ruang untuk membangkitkan harga diri dan menciptakan lapangan kerja tanpa harus merusak tanah yang kita pijak,” kata Jaelani kepada Pikiran Lokal, Senin (14/7/2025).
Sulawesi Tenggara kini bukan hanya sekadar titik di peta. Di tangan Jaelani, dan lewat kerja kolaboratif dengan anak-anak muda seperti Mukarabin, daerah itu berubah menjadi tapal batas harapan. Antara masa lalu yang dijaga, dan masa depan yang disiapkan.
Dan dari desa ke desa, jejak itu kian nyata. Karena wisata bukan lagi tentang berlibur, melainkan tentang pulang ke alam.
Perjalanan Jaelani masih panjang. Tapi satu hal pasti, di setiap tempat wisata yang ia kunjungi, di setiap warga yang ia temui, dan di setiap kisah yang ia angkat ke permukaan, ia tengah membangun Indonesia dari pinggiran. Bukan dengan gegap gempita, melainkan dengan ketulusan dan cinta yang indah. (ali).