Menelaah Manuver Herry Asiku Menghentikan Misi Darwin Pimpin Golkar

Ketgam: Herry Asiku (kiri) dan La Ode Darwin (kanan) menjadi dua figur sentral dalam pertarungan menuju kursi Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Tenggara. Aroma persaingan makin tajam setelah Musda XI Golkar Sultra ditunda.

Oleh: Muhammad Akbar Ali (Jurnalis Politik Sulawesi Tenggara)

PIKIRANLOKAL.COM, KENDARI – Penundaan Musyawarah Daerah (Musda) XI DPD I Partai Golkar Sulawesi Tenggara menjadi babak baru dalam drama politik beringin di bumi anoa. Di balik alasan formal penundaan yang disebut-sebut karena Ketua Umum Bahlil Lahadalia berhalangan hadir, terselip aroma manuver politik yang mulai tercium tajam. Publik kini bertanya-tanya. Apakah penundaan itu sekadar teknis, atau justru bagian dari strategi Herry Asiku untuk mengubah arah angin politik yang tampak mulai berhembus ke kubu La Ode Darwin?

Kabar yang beredar di lingkaran elite Golkar Sultra menyebut, penundaan Musda bukan tanpa makna. Di saat La Ode Darwin, Bupati Muna Barat, sudah mengantongi 15 dukungan DPD II se-Sultra, sang petahana Herry Asiku tak tinggal diam. Ia seolah menyalakan kembali mesin politiknya, perlahan tapi pasti. Berbekal pengalaman panjang dan jaringan lama di pusat kekuasaan partai, Herry dikabarkan konsisten wara-wiri ke Jakarta. Sumber internal menyebut, ia telah bertemu sejumlah petinggi DPP Golkar, bahkan disebut telah “meminta restu” agar diberikan kesempatan kembali memimpin beringin Sultra.

Jika benar, langkah ini adalah manuver senyap yang berpotensi mengguncang keseimbangan peta dukungan di Sultra. Sebab dalam politik Golkar, peta dukungan bisa berubah secepat bisikan dari pusat.

Bagi Herry Asiku, pertarungan kali ini bukan sekadar soal jabatan Ketua DPD I. Ada yang lebih dalam. Ini soal eksistensi politik dan keberlangsungan karier. Posisi strategisnya sebagai Wakil Ketua DPRD Sultra bisa ikut goyah jika kursi Ketua DPD I berpindah tangan. Apalagi, sejumlah legislator Golkar di DPRD Sultra diketahui adalah kolega dekat La Ode Darwin. Figur seperti Uking Djassa, yang turut berjasa mengantarkan Darwin menjadi Bupati Muna Barat, disebut siap pasang badan untuk memastikan “sang bupati” melenggang ke puncak beringin Sultra.

Tak berlebihan jika banyak pihak menilai, manuver Herry Asiku adalah langkah penyelamatan diri. Dalam politik Golkar, kehilangan kendali di tingkat provinsi sering berarti kehilangan pijakan di parlemen. Karena itu, upaya Herry melobi DPP adalah langkah realistis, meski penuh risiko.

Namun, jalan Herry kali ini tidak semulus lima tahun lalu. Musda Golkar 2020 menjadi saksi bagaimana Ridwan Bae, sang “mentor” politik Golkar Sultra, secara terbuka mendukung Herry Asiku sebagai penerusnya. Kini, peta itu terbalik. Ridwan justru berada di barisan pendukung La Ode Darwin. Dengan pengaruhnya yang masih kuat di DPP Golkar dan posisinya di DPR RI, Ridwan menjadi faktor kunci dalam setiap dinamika beringin Sultra.

Inilah yang membuat pertarungan kali ini tak hanya soal dua figur Darwin versus Herry. Tapi juga soal benturan pengaruh antara Ridwan Bae dan “politik bertahan” Herry Asiku.

Namun sejarah mencatat, Herry bukan pemain baru. Ia petarung yang piawai membaca arah angin. Catatan kepemimpinannya di Golkar Sultra cukup solid: kursi legislatif Golkar di 17 kabupaten/kota naik dari 59 menjadi 65 kursi di Pileg 2024. Hanya di DPRD provinsi turun tipis dari tujuh menjadi enam kursi. Capaian itu cukup menjadi modal untuk meyakinkan DPP bahwa Herry masih layak diberi kesempatan.

Dan jangan lupakan satu hal, Herry bukan hanya politisi, ia juga pengusaha sukses. Dalam dunia politik modern, kekuatan finansial sering kali menjadi “pelumas” yang mempercepat jalannya lobi. Di saat dukungan bisa bergeser karena sedikit insentif atau janji masa depan, petahana sekelas Herry tentu paham betul di mana harus menabur benih.

Kini, peta dukungan memang tampak condong ke La Ode Darwin. Sebanyak 15 dari 17 DPD II telah menyatakan dukungan terbuka. Didukung pula oleh organisasi sayap seperti AMPG, KPPG, MKGR, MDI, dan Soksi, posisi Darwin terlihat kuat. Tapi politik Golkar jarang sesederhana hitung-hitungan di atas kertas. Sebagaimana karakter partai kuning yang lentur, seringkali menunjukkan bahwa “dukungan hari ini bisa cair esok pagi.”

Dengan ditundanya Musda, waktu justru menjadi sekutu baru Herry Asiku. Ia punya ruang untuk bergerak, melobi, dan mengubah peta dukungan. Dalam hitungan hari, loyalitas bisa diuji, janji bisa dinegosiasi, dan arah bisa berbalik. Karena itu, publik kini menunggu. Apakah Herry Asiku akan berhasil menembus pengaruh Ridwan Bae di pusat dan menggoyang dominasi Darwin? Ataukah justru terjebak dalam jebakan waktu yang ia ciptakan sendiri?

Satu hal pasti, di tubuh beringin Sultra, badai sedang berputar. Dan siapa yang paling tenang di tengah badai, dialah yang akan menancapkan akar kekuasaan paling dalam.

Apakah Herry Asiku akan kembali berdiri di puncak beringin, atau justru terhempas oleh bayang pengaruh Ridwan Bae dan gelombang dukungan Darwin?

Jawabannya ada di Musda yang tertunda itu. Sebuah jeda yang bisa saja menjadi titik balik paling menentukan dalam sejarah politik Golkar Sulawesi Tenggara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
error: Content is protected !!