Politisi PDIP Suleha Dilapor ke Polda Sultra Kasus Dugaan Surat Palsu ke Perusahaan Tambang

Ketgam: Ketua FMPIKP Sultra, Jafir Halim (kiri) saat melaporkan Suleha Sanusi Ketua Komisi III DPRD Sultra dari PDIP di Polda Sultra atas kasus dugaan pemalsuan surat, Sabtu (11/10) kemarin.

PIKIRANLOKAL.COM, KENDARI – Forum Masyarakat Pemerhati Informasi dan Kebijakan Publik (FMPIKP) Sulawesi Tenggara, secara resmi melaporkan Ketua Komisi III DPRD Sultra, Hj. Sulaeha Sanusi, S.Pd., M.Si., ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sultra, Sabtu (11/10) kemarin. Politisi PDIP itu dilaporkan atas dugaan pemalsuan surat dan penyalahgunaan stempel Ketua DPRD Sultra yang ditujukan ke PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS).

Ketua FMPIKP Sultra, Jafir Halim, mengungkapkan bahwa laporan mereka diterima dan langsung diatensi oleh penyidik Polda Sultra. Aduan Masyarakat (Dumas) ini berisi dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Suleha Sanusi, anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan.

“Dumas ini kami ajukan karena ada dugaan kuat pemalsuan surat dan penggunaan stempel Ketua DPRD Sultra. Kami menilai perbuatan ini bukan sekadar pelanggaran administratif atau kode etik, tapi sudah masuk ranah pidana,” ujar Jafir Halim kepada wartawan, Sabtu (11/10).

Penelusuran FMPIKP, surat yang menjadi objek laporan tersebut diketahui ditandatangan Ketua Komisi III DPRD Sultra Suleha Sanusi. Kemudian dibubuhkan stempel Ketua DPRD Sultra. Namun dokumen itu tidak tercatat dalam register surat keluar resmi Sekretariat. Parahnya, surat itu ditujukan kepada PT TMS tanpa sepengetahuan pimpinan dewan. Selain diduga melanggar kode etik karena telah mencatut lembaga DPRD, FMPIKP menilai perbuatan Suleha masuk ranah pidana.

“Kalau benar itu surat palsu, ini bukan masalah kecil. Ini soal integritas lembaga perwakilan rakyat yang bisa tercoreng di mata publik. Dan tak bisa dibiarkan. Karena bisa saja ke depan terjadi hal serupa, orang seenaknya mencatut lembaga dewan untuk kepentingan tertentu,” tegas Jafir.

FMPIKP meminta agar Polda Sultra segera melakukan memanggil Suleha Sanusi untuk diperiksa. Termasuk pihak-pihak terkait atau oknum lain yang diduga terlibat.

Pihaknya juga meminta penyelidikan mendalam dan pemeriksaan forensik terhadap seluruh dokumen, stempel, serta tanda tangan yang digunakan dalam surat tersebut. Langkah ini dianggap penting untuk memastikan keaslian dokumen dan menetapkan status hukum terhadap pihak terlapor.

“Pasal 263 dan 264 KUHP jelas mengatur bahwa siapa pun yang membuat atau menggunakan surat palsu seolah-olah isinya benar dapat dipidana hingga delapan tahun penjara. Kami harap kasus ini tidak berhenti di meja penyelidikan saja,” tambahnya.

FMPIKP juga menegaskan pentingnya penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap pejabat publik yang diduga menyalahgunakan kewenangan. “Kami minta Polda Sultra bertindak tegas dan transparan. Jangan ada kesan tebang pilih. Lembaga DPRD harus dijaga kehormatannya,” tandas Jafir Halim.

Hingga berita ini diturunkan, Hj. Sulaeha Sanusi belum memberikan klarifikasi resmi terkait laporan tersebut. Pihak Polda Sultra juga belum mengeluarkan keterangan pers mengenai laporan tersebut.

Laporan ini menjadi sorotan publik karena melibatkan salah satu figur penting di parlemen Sulawesi Tenggara. Jika dugaan tersebut terbukti, kasus ini berpotensi menjadi preseden serius dalam upaya menegakkan integritas lembaga legislatif di daerah.

Diketahui kasus ini juga tengah bergulir di DPRD Sultra. Badan Kehormatan (BK) yang dipimpin Nursalam Lada telah melakukan pemeriksaan terhadap Suleha Sanusi. Tak hanya itu, Ketua hingga Wakil Ketua DPRD ikut diperiksa. Termasuk Sekretaris DPRD La Ode Butolo.

Sorotan atas surat palsu yang ditujukan kepada PT TMS itu menjadi perhatian publik. Sekwan DPRD Sultra La Ode Butolo telah mengeluarkan komentar bahwa surat yang ditandatangan Suleha Sanusi tidak terdaftar di naskah dinas surat keluar DPRD. Butolo menuding bahwa Surat itu murni kepentingan Suleha semata.

“Surat murni bukan produk Sekretariat,” kata La Ode Butolo akhir pekan lalu.

Ketua DPRD Sultra La Ode Tariala mengaskan, bahwa regulasi terkait surat keluar, hanya boleh ditandatangan oleh pimpinan. Ia mengaku terkejut ketika awal mula mengetahui ulah Ketua Komisi III DPRD Suleha Sanusi yang berani membubuhkan tanda tangan dalam surat kontroversi itu.

“Saat ini kita menunggu hasil BK seperti apa keputusan mereka,” ujar Tariala kemarin. (kal).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
error: Content is protected !!