 
             Redaksi
									
								
							
							
							
								Juli 30, 2025 9:21 am
								.
								3 menit membaca
									Redaksi
									
								
							
							
							
								Juli 30, 2025 9:21 am
								.
								3 menit membaca
							
						 
						PIKIRANLOKAL.COM, JAKARTA-Mahkamah Konstitusi memutuskan pimpinan organisasi advokat yang merangkap jabatan negara harus nonaktif. Putusan ini menempatkan Otto Hasibuan di persimpangan jalan. Tetap jadi wakil menteri atau bertahan sebagai Ketua Peradi.
Suasana ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu siang, 30 Juli 2025, tampak lebih tegang dari biasanya. Ketua MK, Suhartoyo, memimpin langsung pembacaan putusan perkara uji materi Undang-Undang Advokat.
Di kursi pengunjung, Andre Dermawan duduk dengan raut tegang. Pengacara asal Sulawesi Tenggara itu adalah sosok yang menggugat pasal-pasal dalam UU tersebut. Hasilnya, permohonannya dikabulkan.
“Alhamdulillah, MK telah mengabulkan permohonan ini,” kata Andre sesaat setelah palu diketuk.
Putusan ini menyasar langsung persoalan rangkap jabatan di tubuh organisasi advokat. Inti putusan MK: setiap pimpinan organisasi advokat yang merangkap jabatan sebagai pejabat negara, baik menteri maupun wakil menteri, harus berstatus nonaktif dari jabatan ketua organisasi.
Putusan ini otomatis menyeret nama Otto Hasibuan ke tengah pusaran. Otto, Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, sejak Oktober 2024 ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. Jabatan rangkap itu sejak awal memicu perdebatan di kalangan advokat.
Andre Dermawan menegaskan, putusan MK menempatkan Otto pada dua pilihan.
“Nonaktif sebagai Ketua Peradi, atau mundur dari jabatan Wamen. Ini soal menjaga independensi lembaga advokat, agar tidak ada intervensi kekuasaan,” ujar Andre di halaman Gedung MK.

Uji materi ini bermula dari langkah politik hukum Otto Hasibuan setelah menduduki kursi Wamen. Dalam rapat kerja nasional Peradi di Bali, hanya sebulan setelah dilantik, Otto mendesak Mahkamah Agung mencabut Surat Edaran Nomor 73/2015 tentang penyumpahan advokat. Ia juga meminta agar semua advokat yang telah disumpah bergabung ke Peradi, serta mengusulkan MA hanya melantik advokat yang diusulkan Peradi.
Langkah Otto dianggap Andre sebagai bentuk keberpihakan. “Rekomendasi itu tidak bisa dipisahkan dari jabatan beliau sebagai wakil menteri,” katanya.
Menurut Andre, rekomendasi itu seolah datang dari kementerian, bukan dari sebuah organisasi profesi. Kontroversi ini berulang kali diingatkan publik sejak 2014, ketika MK memutuskan bahwa penyumpahan advokat tidak boleh dikaitkan dengan satu organisasi. Putusan Nomor 112/PUU-XII/2014 itu menegaskan bahwa organisasi advokat harus bebas dan mandiri.
Karena itu, Andre menilai jabatan ganda Otto berbahaya. “Ada potensi konflik kepentingan. Bisa jadi kewenangan pejabat negara digunakan untuk kepentingan kelompok organisasi,” ujarnya.
Meski MK telah mengetuk palu, bola kini berada di tangan Otto. Apakah ia akan melepaskan jabatan Ketua Peradi demi tetap menjadi wakil menteri? Atau sebaliknya, bertahan di kursi Ketua DPN Peradi dan mengembalikan mandat sebagai pembantu presiden?
Pertanyaan itu kini menggantung di gedung MK, meninggalkan ketegangan di kalangan advokat. Satu hal yang pasti, putusan ini menjadi preseden baru, organisasi advokat tak boleh lagi menjadi perpanjangan tangan kekuasaan.(ali).