Aroma Dugaan Korupsi Robohnya Dermaga Bangko Mubar

Karikatur: Di laut Bangko, Muna Barat, tiang dermaga yang seharusnya kokoh tinggal jadi puing. Karikatur ini menyindir dugaan pekerjaan asal-asalan, dan dugaan praktik korupsi yang membuat proyek miliaran rupiah itu, runtuh hanya setahun setelah dibangun.

PIKIRANLOKAL.COM, MUNABARAT-Belum genap setahun berdiri, dermaga tambatan perahu di Desa Bangko Muna Barat, roboh, Minggu 27 Juli 2025. Miliaran uang negara seakan hanyut bersama tiang-tiang rapuh. Di balik puing-puing proyek itu, tercium aroma dugaan korupsi. Dari dugaan material yang tak sesuai spesifikasi, pengawasan yang longgar, hingga dugaan permainan anggaran.

Proyek yang digadang-gadang menjadi urat nadi nelayan itu, dibangun menggunakan APBD Provinsi Sulawesi Tenggara 2024, dengan nilai kontrak Rp 3,3 miliar. Pemerintah provinsi buru-buru memadamkan api kecurigaan.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan, La Ode Muhammad Nurjaya, memastikan biaya kerusakan Rp 97,5 juta akan ditanggung kontraktor pelaksana, CV Mahadewi. Karena proyek masih dalam masa pemeliharaan.

“Otomatis akan dibangun total,” kata Nurjaya di Kendari, kemarin.

Pemerintah berdalih, sisa anggaran sekitar Rp 1,2 miliar yang belum dibayarkan, akan digunakan untuk perbaikan. Namun dalih itu justru memunculkan pertanyaan yang lebih besar. Bagaimana mungkin proyek senilai miliaran rupiah, sudah runtuh. Bahkan sebelum masa pemeliharaan berakhir.

Penelusuran Pikiran Lokal di lapangan menemukan banyak kejanggalan. Tiang-tiang penyangga dermaga patah seperti lidi. Beton agak pecah, sebagian hanya diselimuti adukan tipis. Warga pesisir bersaksi, sejak selesai dibangun, dermaga itu kerap goyang saat perahu bersandar.

“Katanya berbahan dasar cor beton, tapi kadang goyang,” kata seorang nelayan Bangko yang enggan disebut namanya.

Foto: Rangka dermaga Bangko di Muna Barat tinggal puing. Dibangun 2024 dengan anggaran miliaran rupiah, setahun kemudian ambruk diterjang ombak. Meninggalkan tanda tanya soal mutu dan pengawasan.

Jika kualitas material sesuai spesifikasi, mustahil bangunan pesisir yang dirancang tahan ombak, roboh hanya dalam hitungan bulan.

Laporan keuangan pemerintah, dari anggaran Rp 3,3 miliar, dana Rp1 miliar lebih cair sebagai uang muka. Lalu Rp 1 miliar lebih lagi dibayarkan atas progres 50 persen. Sisanya Rp 1,2 miliar masih tertahan. Artinya, yang runtuh adalah bangunan yang sudah dibayar dua pertiga dari total kontrak.

Uang sudah mengalir, bangunan sudah roboh. Siapa yang bertanggung jawab?

Praktik dugaan kongkalikong proyek pemerintah di Sulawesi Tenggara, bukan cerita baru. Skema permainan biasanya mirip. Proyek dikebut demi serapan anggaran, kualitas material dikurangi, dan pengawasan longgar. Sisanya, publik disuguhi janji perbaikan.

Pemerintah provinsi menjamin dermaga Bangko akan diperbaiki total. Namun jaminan itu tak menutupi fakta, bahwa uang rakyat Rp 2 miliar lebih sudah terbuang percuma. Perbaikan menggunakan sisa anggaran tidak akan menghapus dugaan praktik kotor yang menyertai pembangunan awal.

Kasus ini seyogianya tidak berhenti di janji perbaikan. Penegak hukum perlu mengaudit CV Mahadewi, konsultan pengawas, hingga pejabat penanggung jawab proyek.

Jika aparat penegak hukum tidak segera turun, proyek Bangko akan menambah panjang daftar proyek APBD, yang roboh bukan karena ombak. Melainkan karena dugaan korupsi. Yang runtuh bukan sekadar dermaga, yang runtuh adalah akuntabilitas.(ali).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait
930 x 180 AD PLACEMENT
error: Content is protected !!